Sebagaimana nikah pada umumnya nikah siri adalah nikah yang sah dan sama derajatnya dengan nikah pada umumnya, dimana syarat dan rukun nikahnya harus dipenuhi oleh para pelakunya. Jika salah satu syarat dan rukunnya tidak terpenuhi, maka tidak sah pernikahannya. Bahkan jika mereka memiliki keturunan maka mereka pun mewarisi harta orangtuanya sebagaimana nikah pada umumnya menurut hukum Islam. Dan harus diketahui pula bahwa didalam Islam tidak dikenal dan tidak ada ‘nikah siri’. Hanya saja yang jadi masalah adalah pernikahan ini tidak tercatat di catatan pengadilan pemerintah sehingga tidak memiliki akta perkawinan, dimana sebenarnya akta tersebut bukan yang menentukan sah atau tidaknya pernikahan melainkan bukti terjadinya pernikahan. Akhirnya banyak orang menyebut dengan istilah nikah siri (diam-diam).
Dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan pelakunya tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga berhak dijatuhi sanksi hukum. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan berhak dijatuhi sanksi di dunia dan di akherat apabila melakukan kemaksiyatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang haram, atau meninggalkan kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat.
Pada umumnya orang selalu menyamakan nikah siri ini dengan nikah-nikah yang diharamkan di dalam Islam contohnya nikah mut’ah (kawin kontrak) bahkan sebagian masyarakat pada umumnya berpikir jika nikah siri hanya menjadi objek pelampiasan dan penghalalan nafsu belaka.
Berdasarkan keterangan dapat disimpulkan; pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut; (1) wali, (2) dua orang saksi, dan (3) ijab qabul. Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.
Pernikahan siri ini mempunyai beberapa dampak positif dan dampak negative.antara lain:
DAMPAK POSITIF :
· Meminimalisasi adanya sex bebas, serta berkembangnya penyakit AIDS, HIV maupun penyakit kelamin yang lain.
· Mengurangi Beban atau Tanggung jawab seorang wanita yang menjadi tulang punggung keluarganya.
DAMPAK NEGATIF :
· Berselingkuh merupakan hal yang wajar
· Akan ada banyak kasus Poligami yang akan terjadi.
· Tidak adanya kejelasan status isteri dan anak baik di mata Hukum Indonesia.maupun di mata masyarakat sekitar.
· Pelecehan sexual terhadap kaum hawa karena dianggap sebagai Pelampiasan Nafsu sesaat bagi kaum Laki-laki.
Keinginan pemerintah untuk memberikan fatwa hukum yang tegas terhadap pernikahan siri, kini telah dituangkan dalam rancangan undang-undang tentang perkawinan. RUU ini akan memperketat pernikahan siri, kawin kontrak, dan poligami. Dalam RUU yang baru sampai di meja Setneg, pernikahan siri dianggap perbuatan ilegal, sehingga pelakunya akan dipidanakan dengan sanksi penjara maksimal 3 bulan dan denda 5 juta rupiah. Tidak hanya itu saja, sanksi juga berlaku bagi pihak yang mengawinkan atau yang dikawinkan secara nikah siri, poligami, maupun nikah kontrak. Setiap penghulu yang menikahkan seseorang yang bermasalah, misalnya masih terikat dalam perkawinan sebelumnya, akan dikenai sanksi pidana 1 tahun penjara. Pegawai Kantor Urusan Agama yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap juga diancam denda Rp 6 juta dan 1 tahun penjara.Selanjutnya dalam pasal 147 berbunyi " barangsiapa menghamili perempuan yang belum nikah dan ia menolak menikahinya, maka dipidana paling lama 3 (tiga) bulan penjara".Berarti, bagi lelaki yang menghamili seorang wanita yang belum bersuami, maka jika dia tidak mau menikahinya, maka bisa dipenjara 3 (tiga) bulan.
Karena negara Indonesia tidak berdasarkan hukum Islam, jika suatu saat ada permasalahan yang berhubungan dengan hukum, maka akan berujung di mahkamah hukum negara, dimana para pelaku nikah yang tidak tercatat di catatan pengadilan pemerintah tidak akan mendapat hak sebagaimana warga negara pada umumnya, baik hak waris bagi anak atau hak lainnya dalam keluarga. Padahal hak waris adalah aturan agama dimana Islam telah mengatur hak waris ini dengan jelas dan adil.
Inilah sebenarnya yang menjadi pemicu percikan api masalah yang yang semakin lama semakin besar bagaikan bola salju yang terus bergulir. Para pengusul RUU nikah siri berpendapat bahwa nikah siri hanya akan merugikan wanita dan anak-anak saja dimana mereka (anak dan istri) tidak mendapatkan hak pernikahan dan hanya akan menjadi korban.
Jika kita lihat dari sisi ini demikianlah adanya dan kamipun setuju jika penelantaran hak terhadap anak dan Istri adalah pelanggaran dan termasuk melanggar syari’at yang wajib dikenakan sanksi. Namun penilaian ini tidak adil, karena sesungguhnya pemerintah sendirilah yang telah mempersulit perizinan pernikahan tersebut dengan alasan yang berbelit-belit karena biasanya pelaku nikah siri adalah orang-orang yang berpoligami. Ketika seseorang akan berpoligami biasanya ada syarat perizinan tertentu yang sangat menyulitkan pelaku, sehingga akhirnya banyak orang yang mengambil jalan nikah siri ini sebagai salah satu cara termudah dalam mengambil keputusan. Selain itu hal ini pun sah menurut agama.
Kemudian bagaimana kalau wanita tersebut telah bersuami?, apakah boleh, atau justru RUU ini malah membuka pintu perzinaan. Disinilah letak kontroversi RUU nikah sirri ini. Bagi mereka yang menentang, menganggap nikah sirri tidak menghargai kaum perempuan dan memberikan dampak buruk terhadap anak-anak yang telah dilahirkan. Jika pernikahan tersebut putus di tengah jalan, maka sulit mendapatkan pengakuan legal formal dari perkawinan tersebut. Namun bagi mereka yang memperbolehkan, Justru dengan nikah sirri dapat melindungi perempuan dan menghindari dari perbuatan zina karena akad tersebut sah secara syar"i. Sedangkan Pemerintah menurut mereka, lebih baik membenahi aturan prostitusi, kumpul kebo dan sex bebas dulu yang terjadi dikalangan masyarakat terutama para generasi muda di negeri ini. Tindakan hukum pidana terhadap pelaku nikah siri sangat tidak relevan dan tidak adil, ketika perzinaan, free sex, dan kumpul kebo justru mendapat kebebasan seluas-luasnya tanpa terkena sanksi hukum apapun dengan alas an bagian dari hak asasi manusia karena suka sama suka, tapi justru pelaku nikah yang sah malah dipidanakan. Sungguh disayangkan jika orang yang menikah sah secara agama dikenai sanksi tetapi orang berzinah tidak dihukum.
Nikah siri seharusnya tidak menjadi persoalan besar yang karenanya terjadi banyak korban, jika saja pemerintah mau mempermudah persyaratan pernikahan dengan memberikan akta perkawinan. Dengan memudahkan syarat pernikahan ini, justru akan menekan tindak kriminalitas dalam pernikahan, dan maraknya oknum yang memanfaatkan keadaan ini, seperti komersialisasi pernikahan yang cenderung hanya untuk penghalalan pemuasan nafsu sesaat, dimana banyak sekali ditemui dengan alasan ini (tidak ada akta nikah) akhirnya mereka melakukan nikah mut’ah (kawin kontrak) untuk bersenang-senang dengan alasan nikah siri. Dengan membayar penghulu bayaran dan saksi secara diam-diam. Mereka menikah hanya untuk mereguk kenikmatan sesaat. Karena tidak adanya akta nikah maka ia pun terlepas dari tanggung jawab. Jika demikian hal nya bukankah akan menyuburkan perzinahan? Sedangkan di mata masyarakat umum, menganggap hal inilah yang disebut nikah siri padahal pada kenyataanya sangat jauh berbeda antara maksud, tujuan dan caranya, sehingga tak ada yang dirugikan.
No comments:
Post a Comment