Rasa lapar biasanya mudah memicu keliaran. Begitu pula dengan sepakbola Indonesia yang lapar gelar, lapar piala, bahkan lapar medali emas SEA Games. Jika trophy dan medali adalah satu-satunya penuntas rasa lapar, maka kita hanya pernah merasa kenyang pada saat juara SEA Games 1987 dan 1991. Selebihnya, perut kita selalu keroncongan.
Masih dengan analogi lapar dan makanan. Saat mengusung nama Hindia Belanda, kita adalah negara Asia pertama yang menjejakkan kaki di restoran kelas dunia bertajuk World Cup 1938. Restoran kelas wahid, dengan menu utama yang menjadi incaran negara sepakbola sekelas Brazil dan Italia. Sayang ketika itu Hungaria dengan cepat mengusir kita. Skor 6-0 memaksa Hindia Belanda harus puas mencicipi camilan saja. Tidak kenyang.
Di Asia, tidak jauh beda. Paling banter kita hanya mampir minum di babak pertama Piala Asia 1996, 2000, 2004, dan 2007. Dahaga sedikit terpuaskan, tapi rasa lapar tetap menggerogoti perut.
Alhasil, area paling realistis untuk makan gelar jadi lebih sempit ke ASEAN. Namun lagi-lagi kita kembali akrab dengan rasa lapar. Indonesia belum pernah sekalipun melahap trophy AFF (Piala Tiger). Empat kali hampir kenyang saat jadi runner-up. Namun hampir kenyang sama saja masih lapar. Akhirnya memang cuma 2 medali emas SEA Games 1987 dan 1991 yang pernah membuat kita lupa lapar. Dan itu sudah 20 tahun yang lalu, puasa yang sangat panjang....
Dan ketika kelaparan memuncak...
Antusiasme publik Indonesia yang begitu besar di Piala AFF 2010 dan SEA Games 2011, menunjukkan betapa laparnya kita. Indonesia menjadi tuan rumah, dan stadion GBK seolah tak sanggup lagi menampung ratusan ribu suporter yang ingin segera mengenyangkan diri dengan trophy dan medali.
Dua kali laga final, diiringi dengan kisruh tiket yang semakin menunjukkan betapa besar keinginan kita menuntaskan rasa lapar. Ketika orang merasa lapar, mereka bisa menjadi liar. Jika kata liar terlalu vulgar, katakanlah susah dikendalikan.
Peristiwa paling buruk pun telah terjadi, dua suporter timnas meninggal saat terhimpit desakan massa yang tak terkendali. Bukan salah suporter jika mereka sulit dikendalikan. Mereka cuma..... lapar.
C'mon PSSI!
Kita cuma butuh koki handal, yang tidak cuma hobi ribut, yang tak cuma sibuk merumuskan resep statuta, yang tidak hanya mengandalkan masakan-masakan instan. C'mon PSSI... kita sudah terlalu lapar. Bikin pembinaan yang bener! liga yang bener!
Dikutip dari: http://www.sepaxbola.info/2011/11/sepakbola-indonesia-yang kelaparan.html
Dikutip dari: http://www.sepaxbola.info/2011/11/sepakbola-indonesia-yang kelaparan.html
No comments:
Post a Comment