RUU Kamnas (Keamanan Nasional) kembali mengundang polemik. RUU Kamnas banyak menuai protes dari berbagai kalangan. RUU Kamnas yang beberapa tahun lalu pernah diusulkan belum juga disahkan DPR akan dibahas lagi oleh DPR bersamaan dengan diajukannya RUU Anggaran BNPT. Masih banyaknya pasal karet dan penentangan yang dilakukan oleh masyarakat bukti bahwa RUU Kamnas ini bermasalah. Penolakan dilakukan oleh LSM HAM, Pakar Tata Negara, Ormas Islam, dan berbagai elemen masyarakat dan pergerakan lainnya. RUU Kamnas disinyalir merupakan penjelmaan RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) 13 tahun lalu. RUU Kamnas pun dinilai akan memunculkan kembali rezim militer dan otoriter gaya baru. Selain itu, akan melindungi status quo yang koruptif dan berpihak kepada asing. Dan menjadi legitimasi formal untuk menzalimi rakyat.
Sebagai pihak yang menginginkan keberadaan RUU Kamnas adalah pemerintah. Hal ini direpresentasikan oleh Departemen Pertahanan (Dephan). Dephan kemudian mengusulkan RUU Kamnas ke DPR sebagai legitimasi. Sesungghunya semangat RUU Kamnas sejalan dengan reformasi Tap MPR RI No. VI Tahun 2000 mengenai Pemisahan TNI-Polri dan Tap MPR RI No. VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri mengandung konsekuensi perubahan cukup signifikan dalam penataan sistem pertahanan dan keamanan di Indonesia. RUU Kamnas merupakan penjabaran dari pasal 30 UUD 1945. RUU Kamnas bagi pemerintah begitu esensial dan penting. Hal ini dikarenakan begitu banyaknya muncul upaya disintegrasi, separatisme, terorisme, ancaman luar negeri, dan lainnya. RUU Kamnas diharapkan mampu untuk segera menindak pelaku yang mengancam negeri ini.
Untung vs Buntung RUU Kamnas
Konsekuensi logis dari pemerintahan yang mengambil demokrasi adalah banyaknya UU yang akan dibuat. DPR yang ada semenjak berdiri sudah mulai memprioritaskan RUU yang akan disahkan. RUU yang ada selanjutnya masuk ke program legislasi nasional (prolegnas). UU yang disahkan pun sering bertentangan satu sama lainnya. Tumpang tindih tak beraturan. Ada juga UU yang digugat oleh masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dampak negatif yang dihasilkan. Sering juga UU yang dihasilkan tidak bermutu dan tidak pro rakyat. Cenderung menghamburkan uang hanya untuk sidang yang panjang.
Prof. PH. Kooijmans menilai bahwa pembangunan hukum di Indonesia tidak taat azas dan tidak taat prosedur dan ini merupakan sebuah kemunduran (sit back). Menurut pakar hukum dari Universitas Leiden Belanda itu juga menyoroti mengenai mekanisme pembuatan RUU yang banyak terdapat undang–undang baru saat ini yang bertentangan dengan produk undang-undang induk, yang semestinya dijadikan sebagai acuan.
Terkait RUU Kamnas, di antara keuntungannya ternyata banyak kerugiannya. Jika maksud RUU Kamnas ini baik untuk menjaga keutuhan NKRI, menjaga keamanan dalam negeri, dan menghukum siapa pun yang mengancam keamanan nasional. Lantas, kenapa banyak ditolak? Hal ini mengindikasikan bahwa RUU Kamnas dan lainnya kehilangan arah. Cenderung menyakiti dan mendzalimi rakyat. Ada beberapa bukti kerugian dari efek pengesahan ruu kamnas :
- Tidak jelasnya definisi yang jelas terait ancaman nasional. Hal ini akan berakibat represifnya pemerintah kepada siapa pun yang dianggap mengancam keamanan dan kepentingan negara. Hal ini sebagaimana terjadi pada masa orde baru. Rakyat dibuat takut dengan teror.
- Berpotensi menimbulkan ancaman bagi rakyat yang mayoritas beragama Islam. Akibat tidak jelasnya basis ideologi negeri ini. RUU ini bisa secara serampangan menyasar siapa saja yang dianggap melawan penguasa dengan dalih mengancam keamanan nasional. Dengan kata lain, RUU ini berpotensi digunakan sebagai alat represi pemerintah sehingga merugikan hak dan privasi rakyat, sementara sesuatu yang semestinya harus dianggap sebagai ancaman justru luput dari sorotan. Misalnya, berbagai kasus kesalahan penangkapan dan penembakan oleh BNPT dan Densus 88 atas yang diduga melakukan tindak terorisme dari kalangan aktivis Islam (dari kalangan Muslim) tanpa melalui proses pengadilan (extra judicial killing). Di lain pihak kasus berbagai pengeboman oleh OPM di Papua yang jelas-jelas mengancam keamanan nasional belum satupun terdapat pernyataan resmi melalui Mabes Polri bahwa ini termasuk terorisme. Ini jelas-jelas standart ganda yang sangat membahayakan rakyat karena siapa yang mengancam keamanan nasional tidak jelas rumusannya dan lebih sarat dengan kepentingan penguasa.
- Pasal 17 tentang Jenis dan Bentuk Ancaman dan Pasal 54 tentang Penyadapan, Pemeriksaan dan Penangkapan. Kedua pasal itu membuka kesempatan dalam keterlibatan militer lewat definisi ancaman yang tidak jelas.
- Banyak rumusan norma yang harus ditata ulang. Sebuah norma haruslah jelas dan tegas. Penataan tidak hanya terhadap rumusan norma tetapi juga struktur norma (Pasal 36, 37, 38, 39, 40) Masih banyak terdapat pengulangan norma yang tidak dikelompokkan menjadi satu bagian, sehingga terkesan ada upaya “penyelundupan” norma. Misalnya, tentang Dewan Keamanan Nasional dicantumkan dalam Pasal 36 tetapi penjabaran lebih lanjut dalam Pasal 41. Sedangkan Pasal 37 dan seterusnya membicarakan tentang posisi Presiden. Contoh lainnya adalah Pasal 54 dan Pasal 64. Dalam Pasal 54, dinyatakan bahwa TNI wajib memberikan bantuan. Tetapi dalam Pasal 64, posisi TNI menjadi pemeran utama. Hal inilah yang akan menimbulkan kekacauan dalam memahami makna norma.
- Misi utamanya untuk mengamankan seluruh pembangunan nasional dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan, demi mengundang investasi. RUU Kamnas sangat berpihak kepada asing. Sebagaimana pasal 20 poin 3 RUU Kamnas, sangat cenderung melindungi investasi asing di berbagai daerah di Indonesia, khususnya perlindungan hak pengelolaan lahan tanah oleh investor asing. RUU Kamnas ini menjadi Cap Stempel untuk melanggengkan kepentingan Asing melalui penjajahan.
- Adanya Dewan Keamanan Nasioanal yang melibatkan banyak komponen. Hal ini mengindikasikan jika RUU Kamnas sarat akan kepentingan kekuasaan. Rakyat kembali dibuat bingung dengan berbagai pengaturan dan regulasi UU yang tidak jelas.
- Terindikasi jika RUU Kamnas hampir mirip dengan RUU Intelijen. Dan semakin mengukuhkan legal of frame untuk menghabisi rakyat yang notabene mayoritas muslim.
Kesalahan Mendasar
Sistem demokrasi yang dianut negeri ini menjadikan setiap hukum ada di tangan rakyat. Undang-undang dibuat berdasarkan kesepakatan anggota parlemen. Jual beli pasal pun sering terindikasi di tiap RUU yang dibahas. Ketidakjelasan ideologi dan sikap pragmatisme anggota parlemen sering melahirkan kebijakan tidak pro rakyat. UU yang dihasilkan pun liberal dan cenderung berpihak kepada asing. Sebagai contoh UU Migas, UU SDA, UU Penanaman Modal Asing, UU Kelistrikan, dan lainnya. Atas nama rakyat mereka membuat UU yang justru menindas rakyat.
RUU Kamnas pun demikian. RUU ini cenderung mengekor kepada kepentingan barat terutama Amerika Serikat. Sebut saja National Security Council di Amerika Serikat (AS). Depertemen tersebut baru dibentuk setelah keruntuhan gedung WTC. Pemerintah AS menggunakannya sebagai payung hukum untuk menangkap siapapun terduga “teroris” dari kalangan Muslim. Baik perorangan, kelompok, maupun negara. Demikian juga di Indonesia. RUU Kamnas akan digunakan pemerintah dan aparat keamanan sebagai payung hukum. Selama ini aparat keamanan merasa tidak mempunyai payung hukum menindak pelaku teror dan separatisme. RUU Kamnas ini akan disandingkan dengan RUU Intelijen dan UU Anti Teror.
Hal mendasar yang perlu dikoreksi adalah negara gagal memberikan rasa aman. Indonesia sebagai wilayah yang berpulau-pulau dengan wilayah yang luas tidaklah aman. Indonesia siap-siap dirong-rong dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari dalam negeri ditunjukan makin banyaknya aksi separatisme di beberapa wilayah (Aceh, Maluku, dan Papua). Rasa aman bagi individu pun hilang. Orang tidak lagi takut untuk membunuh, merampok, menjarah, bahkan tawuran antarwarga, antar pelajar dll. Apalagi sikap aparat keamanan sekarang yang dinilai buruk dalam kinerja. Sikap represif yang dilakukan oleh Densus 88 secara membabi buta serta tuduhan BNPT secara berlebihan terhadap kesadaran Islam yang tumbuh melalui Rohis. Mereka tidak lagi mengayomi dan melindungi masyarakat. Justru mereka menjadi contoh buruk dalam pelaksanaan hukum. Kasus terbaru simulator SIM dan lainnya. Pungli dan suap pun kerap terjadi. Sehingga masyarakat tidak lagi mempercayai lembaga penegak hukum tersebut.
Ancaman dari luar negeri kerap tidak disadari oleh pemerintah. Ancaman berupa penjajahan ekonomi, politik, dan budaya begitu kental. Pemerintah pun gagal menjaga pulau-pulau terluar. Bahkan rakyatnya pun cenderung diabaikan. Pulau Ambalat dan Ligitan bisa jadi contoh. TNI kerap digunakan pemerintah untuk menjaga kepentingan pengusaha. Peran mereka dikebiri. Kalaupun mendapat tugas perdamaian itupun sifatnya membantu PBB. Perlengkapan dan persenjataan perang pun minim. Jika demikian adanya, lantas berharap kepada siapa dalam menjaga keamanan nasional negeri ini ?
No comments:
Post a Comment