Pengertian Logika
Logika adalah bahasa latin berasal dari kata ‘Logos’ yang berarti perkataan atau sabda. Istilah lain yang digunakan sebagai gantinya adalah Mantiq, kata Arab yang diambil dari kata kerja nataqa yang berarti berkata atau berucap. Dalam bahasa sehari-hari kita sering mendengar ungkapan serupa: alasannya tidak logis , argumentasinya logis, kabar itu tidak logis. Yang dimaksud dengan logis adalah masuk akal, dan tidak logis adalah sebaliknya.
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
Logika sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata atau istilah, dan dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan sehingga setiap konsep mempunyai himpunan, mempunyai keluasan. Dengan dasar himpunan karena semua unsur penalaran dalam logika pembuktiannya menggunakan diagram himpunan, dan ini merupakan pembuktian secara formal jika diungkapkan dengan diagram himpunan sah dan tepat karena sah dan tepat pula penalaran tersebut.
Berdasarkan proses penalarannya dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, logika dibedakan antara logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain karena proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika deduktif karena berbicara tentang hubungan bentuk-bentuk pernyataan saja yang utama terlepas isi apa yang diuraikan karena logika deduktif disebut pula logika formal.
Logika induktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Logika ini sering disebut juga logika material, yaitu berusaha menemukan prinsip-prinsip penalaran yang bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan, oleh karena itu kesimpulannya hanyalah keboleh-jadian, dalam arti selama kesimpulannya itu tidak ada bukti yang menyangkalnya maka kesimpulan itu benar, dan tidak dapat dikatakan pasti. Logika sendiri dapat bagi kedalam tiga arti.
1. Arti Ilmu
Logika yang sedang kita pelajari adalah ilmu. Dalam bahasa Indonesia “ilmu” seimbang artinya dengan “science” dan dibedakan pemakaianya secara jelas dengan kata pengetahuan . dengan kata lain ilmu dan pengetahuan mempunyai pengertian yang berbeda secara mendasar. Pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari aktivitas mengetahui, yakni tersikapnya suatu kenyataan kedalam jiwa hingga tidak ada keraguan terhadapnya.
Kita harus berhati-hati dalam menggunakan kata “pengetahuan” dan “ilmu” dari apa yang kita tangkap dalam jiwa. Pengetahuaan (knowledge) sudah puas dengan “menangkap tanpa ragu” suatu kenyataan, sedangkan ilmu (science) menghendaki penjelasan lebih lanjut dari sekedar apa yang dituntut oleh pengetahuan (knowledge).
Si Andry mengetahui bahwa pelampung kailnya selalu terapung di air, ia pasti akan membantah apabila dikatakan gabus pelampung itu tenggelam, yang demikian itu adalah pengetahuaan baginya. Manakala ia kemudian mengetahui bahwa berat jenis pelampung pelampung lebih kecil daripada berat jenis air dan ini mengakibatkan pelampungnya selalu terapung, maka itu adalah ilmu baginya.
2. Arti Pikiran
Sudah kita sebut sebelumnya, logika mempelajari hukum-hukum, patokan-patokan, dan rumus-rumus berpikir. Psikologi juga membicarakanaktivitas berpikir, karena itu hendaklah kita berhati-hati melihat persimpangannya dengan logika. Psikologi mempelajari tentang pikiran dan kerjanya tanpa sama sekali menyinggung urusan benar atau salah. Sebaliknya urusan benar atau salah merupakan urusan pokok dalam logika
Logika harus menyelidiki, menyaring dan menilai pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta bertujuan untuk mendapatkan kebenaran, terlepas dari keinginan dan kepentingan perorangan. Ia merumuskan serta menerapkan hukum-hukum dan patokan-patokan yang harus ditaati agar manusia dapat berpikir benar, efisien dan teratur. Dengan demikian ada dua objek penyelidikan logika, pertama pemikiran sebagai obyek material, dan kedua patokan-patokan atau hukum-hukum berpikir benar sebagai obyek formalnya. Jadi, pikiran adalah perkataan dan sebaliknya, angan-angan, khayalan, pikiran yang berkecamuk dalam dada dan kepala kita tidak lain adalah bisikan kata yang amat lembut.
3. Arti Benar
Hukum-hukum, asas-asas, patokan-patokan logika membimbing akal menempuh jalan yang paling efisien untuk menjaga kemungkinan salah dalam berpikir. Lantas apakah arti itu benar?
Benar, pada dasarnya adalah penyesuaian antara pikiran dan kenyataan. Kita akan berkata bahwa proposisi berikut adalah salah: batu lebih ringan dari kapuk, atau Al-Qur’an diturunka kepada Nabi Musa As. Sebaliknya kita akan mengakui bahwa proposisi berikut adalah benar: bumi bergerak mengelilingi matahari, atau besi lebih berat dari kapas. Apakah dasar kita menentukan demikian? Tidak lain dan tidak bukan adalah sesuai tidak benarnya proposisi-proposisi tersebut sesuai dengan kenyetaan sesungguhnya.
Pertentangan dalam pemikiran tidak saja terdapat dalam pernyataan yang pendek seperti yang terlihat dengan adanya dua kata yang bertentangan dalam pengambilan kesimpulan yang keliru tetapin juga dalam uraian yang panjang. Seorang hakim yang cerdas akan melihat tidak adanya persesuaian isi pembelaan si tertuduh meskipun berpuluh-puluh halaman panjangnya.
Sejarah Perkembangan Logika
Logika pertama-tama disusun oleh Aristoteles (384-322 SM), sebagai sebuah ilmu tentang hukum-hukum berpikir guna memelihara jalan pikiran dari setiap kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu, disebut dengan nama “analitika” dan “dialektika”. Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai logika diberi nama Organon, terdiri atas enam bagian.
Theoprastus (371-287 sM), memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian, Porphyrius (233-306 M), seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni sebagai pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan klasifikasi. Dengan demikian, logika menjadi tujuh bagian.
Tokoh logika pada zaman Islam adalah Al-Farabi (873-950 M) yang terkenal mahir dalam bahasa Grik Tua, menyalin seluruh karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli pikir Grik lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bagian logika dan menambahkan satu bagian baru sehingga menjadi delapan bagian.
Karya Aristoteles tentang logika dalam buku Organon dikenal di dunia Barat selengkapnya ialah sesudah berlangsung penyalinan-penyalinan yang sangat luas dari sekian banyak ahli pikir Islam ke dalam bahasa Latin. Penyalinan-penyalinan yang luas itu membukakan masa dunia Barat kembali akan alam pikiran Grik Tua.
Petrus Hispanus (meninggal 1277 M) menyusun pelajaran logika berbentuk sajak, seperti All-Akhdari dalam dunia Islam, dan bukunya itu menjadi buku dasar bagi pelajaran logika sampai abad ke-17. Petrus Hispanus inilah yang mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk sistem penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Dan kumpulan sajak Petrus Hispanus mengenai logika ini bernama Summulae.
Francis Bacon (1561-1626 M) melancarkan serangan sengketa terhadap logika dan menganjurkan penggunaan sistem induksi secara lebih luas. Serangan Bacon terhadap logika ini memperoleh sambutan hangat dari berbagai kalangan di Barat, kemudian perhatian lebih ditujukan kepada penggunaan sistem induksi.
Pembaruan logika di Barat berikutnya disusul oleh lain-lain penulis di antaranya adalah Gottfried Wilhem von Leibniz. Ia menganjurkan penggantian pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonard Euler, seorang ahli matematika dan logika Swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antarterm yang terkenal dengan sebutan circle-Euler.
John Stuart Mill pada tahun 1843 mempertemukan sistem induksi dengan sistem deduksi. Setiap pangkal-pikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi, kedua-duanya bukan merupakan bagian-bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu. Mill sendiri merumuskan metode-metode bagi sistem induksi, terkenal dengan sebutan Four Methods.
Logika Formal sesudah masa Mill lahirlah sekian banyak buku-buku baru dan ulasan-ulasan baru tentang logika. Dan sejak pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan Logika-Simbolik. Pelopor logika simbolik pada dasarnya sudah dimulai oleh Leibniz.
Logika simbolik pertama dikembangkan oleh George Boole dan Augustus de Morgan. Boole secara sistematik dengan memakai simbol-simbol yang cukup luas dan metode analisis menurut matematika, dan Augustus De Morgan (1806-1871) merupakan seorang ahli matematika Inggris memberikan sumbangan besar kepada logika simbolik dengan pemikirannya tentang relasi dan negasi.
Tokoh logika simbolik yang lain ialah John Venn (1834-1923), ia berusaha menyempurnakan analisis logik dari Boole dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram Venn (Venn’s diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan di antara subjek dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.
Perkembangan logika simbolik mencapai puncaknya pada awal abad ke-20 dengan terbitnya 3 jilid karya tulis dua filsuf besar dari Inggris Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russell berjudul Principia Mathematica (1910-1913) dengan jumlah 1992 halaman. Karya tulis Russell-Whitehead Principia Mathematica memberikan dorongan yang besar bagi pertumbuhan logika simbolik.
Di Indonesia pada mulanya logika tidak pernah menjadi mata pelajaran pada perguruan-perguruan umum. Pelajaran logika cuma dijumpai pada pesantren-pesantren Islam dan perguruan-perguruan Islam dengan mempergunakan buku-buku berbahasa Arab. Pada masa sekarang ini logika di Indonesia sudah mulai berkembang sesuai perkembangan logika pada umumnya yang mendasarkan pada perkembangan teori himpunan.
Sebagian kaum intelektual sangat menyadari kebutuhan mendesak akan meratanya kesanggupan berpikir tertib-kritis seperti yang diajarkan dalam logika sebagai salah satu syarat mutlak terwujudnya Indonesia modern. Studi dan penguasaan logika dipandang sebagai sokoguru pendidikan intelektual, yang merupakan hal asasi dari pendidikan manusia seutuhnya.
REFERENSI
1. Logika, Drs. Mundiri
2. http://massofa.wordpress.com
No comments:
Post a Comment