Kasus Korupsi Laptop Rp. 9 Milyar Jember, Inilah Alasan Kejaksaan Lamban Karena Bidik Aktor Intelektual
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jember, Aris Surya, punya alasan khusus sehingga sampai sekarang belum melimpahkan kasus dugaan korupsi pembelian laptop 1.828 sekolah ke Pengadilan Tipikor. "Korupsi pada umumnya tidak berdiri sendiri, tapi dilakukan berjamaah karena menyangkut uang negara. Orang yang menggunakannya bukan sendirian," sebutnya saat ditemui di Kantor Kejari setempat, Kamis (4/7/2013) siang.
Bantahan itu mencuat setelah publik sempat meragukan keseriusan Korps Adhyaksa yang dituding lamban menangani kasus penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2009 senilai Rp 9 miliar tersebut yang belum tuntas hingga kini. Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka, David Gunawan dan Liauw Inggarwati bahkan masih bebas berkeliaran meski menyandang status tahanan kota.
Padahal keduanya hanya sebagai penyedia barang atau rekanan. Menurut Aris, tidak mungkin ribuan kepala sekolah tiba-tiba membeli laptop di satu toko secara serempak. Diduga kuat ada pengaruh dari pejabat tertentu yang kedudukannya diatas kepala sekolah. Dengan kata lain, kejaksaan mengendus adanya pengkondisian di Dinas Pendidikan Jember agar para kepala sekolah membeli kepada dua tersangka.
"Saya hargai publik bertanya, kenapa tersangka diutak-atik dan hanya kedua orang itu. Sekarang masih didalami oleh penyidik dengan meminta pendapat ahli apakah ada konspirasi disitu? Kalau semua tuntas pasti akan kita jelaskan nanti," jelasnya.
Karenanya, Aris menegaskan besar kemungkinan tersangka akan bertambah. Dia bahkan mengaku sedang memburu otak dibalik penyimpangan itu. Beberapa nama sudah masuk kantong Kejari namun masih didalami sejauh mana keterlibatannya. "Para kepala sekolah selaku pengguna anggaran, bisa saja kita jerat dan dijadikan tersangka bersama penyedia laptop. Memang akan bikin heboh, tapi apakah itu dapat memberikan keadilan penegakan hukum?," imbuhnya dengan nada ceplas-ceplos.
Mantan jaksa di Nangroe Aceh Darussalam ini berjanji memperlakukan semua orang yang berperkara tanpa tebang pilih. "Jangan sampai kasus terburu-buru dilimpahkan ke pengadilan, sehingga vonisnya bebas. Penyidik harus benar-benar mempunyai alat bukti kuat untuk meyakinkan hakim bahwa orang yang kita dakwa itu memang bersalah," tegas Aris.
Pembelian laptop bermula dari kebijakan Dinas Pendidikan Kabupaten Jember sekitar pertengahan 2009 silam. Sebanyak 1.282 sekolah penerima dana BOS wajib membeli 1 (satu) unit laptop ke toko yang sudah ditunjuk, yakni CV Tri Putra Witjaksana, milik David Gunawan. Dalam pengadaannya, David bekerjasama dengan Liauw Inggarwati yang dikenal sebagai pengusaha elektronik asal Kota Surabaya.
Selain tokonya, merk laptop sudah ditentukan, yakni ACER Extensa 4630z, 14 inci, yang harganya senilai Rp. 10,5 juta per unit. Padahal untuk laptop dengan spesifikasi tersebut, harga di pasar separuhnya dengan kisaran Rp. 5,5 - 6 juta. Pembayarannya dilakukan dengan memotong langsung dana BOS di semua rekening sekolah yang berada di Bank Jatim.
Atas kondisi itulah, Aris menambahkan bahwa perlu diungkap siapa orang yang bertindak mengkondisikan itu semua. "Memang dilematis, saya datang kesini (sebagai Kajari Jember), barang (perkara korupsi laptop) peninggalan itu setengah jadi. Mau tidak mau harus disempurnakan," tutupnya. (Str)
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jember, Aris Surya, punya alasan khusus sehingga sampai sekarang belum melimpahkan kasus dugaan korupsi pembelian laptop 1.828 sekolah ke Pengadilan Tipikor. "Korupsi pada umumnya tidak berdiri sendiri, tapi dilakukan berjamaah karena menyangkut uang negara. Orang yang menggunakannya bukan sendirian," sebutnya saat ditemui di Kantor Kejari setempat, Kamis (4/7/2013) siang.
Bantahan itu mencuat setelah publik sempat meragukan keseriusan Korps Adhyaksa yang dituding lamban menangani kasus penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2009 senilai Rp 9 miliar tersebut yang belum tuntas hingga kini. Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka, David Gunawan dan Liauw Inggarwati bahkan masih bebas berkeliaran meski menyandang status tahanan kota.
Padahal keduanya hanya sebagai penyedia barang atau rekanan. Menurut Aris, tidak mungkin ribuan kepala sekolah tiba-tiba membeli laptop di satu toko secara serempak. Diduga kuat ada pengaruh dari pejabat tertentu yang kedudukannya diatas kepala sekolah. Dengan kata lain, kejaksaan mengendus adanya pengkondisian di Dinas Pendidikan Jember agar para kepala sekolah membeli kepada dua tersangka.
"Saya hargai publik bertanya, kenapa tersangka diutak-atik dan hanya kedua orang itu. Sekarang masih didalami oleh penyidik dengan meminta pendapat ahli apakah ada konspirasi disitu? Kalau semua tuntas pasti akan kita jelaskan nanti," jelasnya.
Karenanya, Aris menegaskan besar kemungkinan tersangka akan bertambah. Dia bahkan mengaku sedang memburu otak dibalik penyimpangan itu. Beberapa nama sudah masuk kantong Kejari namun masih didalami sejauh mana keterlibatannya. "Para kepala sekolah selaku pengguna anggaran, bisa saja kita jerat dan dijadikan tersangka bersama penyedia laptop. Memang akan bikin heboh, tapi apakah itu dapat memberikan keadilan penegakan hukum?," imbuhnya dengan nada ceplas-ceplos.
Mantan jaksa di Nangroe Aceh Darussalam ini berjanji memperlakukan semua orang yang berperkara tanpa tebang pilih. "Jangan sampai kasus terburu-buru dilimpahkan ke pengadilan, sehingga vonisnya bebas. Penyidik harus benar-benar mempunyai alat bukti kuat untuk meyakinkan hakim bahwa orang yang kita dakwa itu memang bersalah," tegas Aris.
Pembelian laptop bermula dari kebijakan Dinas Pendidikan Kabupaten Jember sekitar pertengahan 2009 silam. Sebanyak 1.282 sekolah penerima dana BOS wajib membeli 1 (satu) unit laptop ke toko yang sudah ditunjuk, yakni CV Tri Putra Witjaksana, milik David Gunawan. Dalam pengadaannya, David bekerjasama dengan Liauw Inggarwati yang dikenal sebagai pengusaha elektronik asal Kota Surabaya.
Selain tokonya, merk laptop sudah ditentukan, yakni ACER Extensa 4630z, 14 inci, yang harganya senilai Rp. 10,5 juta per unit. Padahal untuk laptop dengan spesifikasi tersebut, harga di pasar separuhnya dengan kisaran Rp. 5,5 - 6 juta. Pembayarannya dilakukan dengan memotong langsung dana BOS di semua rekening sekolah yang berada di Bank Jatim.
Atas kondisi itulah, Aris menambahkan bahwa perlu diungkap siapa orang yang bertindak mengkondisikan itu semua. "Memang dilematis, saya datang kesini (sebagai Kajari Jember), barang (perkara korupsi laptop) peninggalan itu setengah jadi. Mau tidak mau harus disempurnakan," tutupnya. (Str)
Sumber : http://www.beritametro.co.id/jawa-timur/lamban-karena-bidik-aktor-intelektual
Untuk Info lebih jelas bisa menghubungi:
1. Aris Surya, Kepala Kejari Jember HP: 08129901285
2. Hambaliyanto, Kasi Pidsus Kejari Jember HP: 081946311114
3. Eko, Kasi Intelejen Kejari Jember, HP: 087859943147
4. Bambang Hariono, Kepala Dinas Pendidikan Jember, HP: 081336150999
5. Sugianto, PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) berbagai kegiatan dinas pendidikan Jember HP: 081249718160
6. Roni Nasrulah, orangnya Liauw Inggarwati yang melaksanakan berbagai kegiatan di dinas pendidikan Jember, diantaranya penyedia alat peraga pendidikan 2012 dll, HP: 08111116089
Karena kasus ini sudah 3 tahun lebih ditangani kejaksaan negeri Jember, akan tetapi sampai sekarang orang yang dinyatakan sebagai tersangka belum pernah diperiksa dan masih bebas berkeliaran, bahkan Liauw Inggarwati masih bisa mengatur berbagai pengadaan di dinas pendidikan Jember.. Infonya meski ada masalah, tapi hal tersebut tidak bisa dielakkan oleh dinas pendidikan Jember, karena Liauw Inggarwati dikenal dekat mendapat back-up dari kejaksaan negeri Jember.
Juga apakah benar pernyataan dari kepala Kejaksaan Negeri Jember, bahwa tersangka dalam status tahanan kota? karena sampai saat ini para tersangka masih bebas berkeliaran diberbagai kota, apalagi Liauw Inggarwati memang bukan penduduk Jember. Ada dugaan bahwa pernyataan bahwa tersangka sebagai tahanan kota itu hanya untuk membohongi masyarakat yang mempertanyakan perkembangan kasus ini, agar tampak seolah2 bahwa kejaksaan negeri Jember serius memeriksa kasus ini, padahal tersangka tidak pernah diperiksa.
Jika benar statusnya sebagai tahanan kota tentunya ada surat dari kejaksaan negeri yang menentukan itu. Ada juga dugaan bahwa status tahanan kota dibuat (jika benar2 ditetapkan), agar jika nanti kasus masuk pengadilan, diharapkan vonis hakim dijatuhkan lalu dipotong masa tahanan kota, sehingga tersangka/terdakwa tidak harus menjalani hukuman. maka pengusutan kasus ini dibuat lama sampai bertahun2, tanpa pernah ada kemajuan penanganan kasusnya sudah sampai mana.
Mabuk
Masyarakat Anti Kebusukan
Sumber: http://jurnal-korupsi.blogspot.com/2013/07/lambannya-pengusutan-korupsi-laptop-9.html
Untuk Info lebih jelas bisa menghubungi:
1. Aris Surya, Kepala Kejari Jember HP: 08129901285
2. Hambaliyanto, Kasi Pidsus Kejari Jember HP: 081946311114
3. Eko, Kasi Intelejen Kejari Jember, HP: 087859943147
4. Bambang Hariono, Kepala Dinas Pendidikan Jember, HP: 081336150999
5. Sugianto, PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) berbagai kegiatan dinas pendidikan Jember HP: 081249718160
6. Roni Nasrulah, orangnya Liauw Inggarwati yang melaksanakan berbagai kegiatan di dinas pendidikan Jember, diantaranya penyedia alat peraga pendidikan 2012 dll, HP: 08111116089
Karena kasus ini sudah 3 tahun lebih ditangani kejaksaan negeri Jember, akan tetapi sampai sekarang orang yang dinyatakan sebagai tersangka belum pernah diperiksa dan masih bebas berkeliaran, bahkan Liauw Inggarwati masih bisa mengatur berbagai pengadaan di dinas pendidikan Jember.. Infonya meski ada masalah, tapi hal tersebut tidak bisa dielakkan oleh dinas pendidikan Jember, karena Liauw Inggarwati dikenal dekat mendapat back-up dari kejaksaan negeri Jember.
Juga apakah benar pernyataan dari kepala Kejaksaan Negeri Jember, bahwa tersangka dalam status tahanan kota? karena sampai saat ini para tersangka masih bebas berkeliaran diberbagai kota, apalagi Liauw Inggarwati memang bukan penduduk Jember. Ada dugaan bahwa pernyataan bahwa tersangka sebagai tahanan kota itu hanya untuk membohongi masyarakat yang mempertanyakan perkembangan kasus ini, agar tampak seolah2 bahwa kejaksaan negeri Jember serius memeriksa kasus ini, padahal tersangka tidak pernah diperiksa.
Jika benar statusnya sebagai tahanan kota tentunya ada surat dari kejaksaan negeri yang menentukan itu. Ada juga dugaan bahwa status tahanan kota dibuat (jika benar2 ditetapkan), agar jika nanti kasus masuk pengadilan, diharapkan vonis hakim dijatuhkan lalu dipotong masa tahanan kota, sehingga tersangka/terdakwa tidak harus menjalani hukuman. maka pengusutan kasus ini dibuat lama sampai bertahun2, tanpa pernah ada kemajuan penanganan kasusnya sudah sampai mana.
Mabuk
Masyarakat Anti Kebusukan
Sumber: http://jurnal-korupsi.blogspot.com/2013/07/lambannya-pengusutan-korupsi-laptop-9.html
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment