Kasus Suap Total di Iran & Fenomena Perubahan Sikap Pejabat
Pengadilan AS pada 28 Mei 2013 memvonis Total SA membayar denda US$ 398,2 juta atau sekitar Rp 4 triliun karena terbukti menyuap oknum pejabat Iran guna memperoleh konsesi lapangan migas. Pengadilan mengatakan Total harus menanggung konsekwensi kriminal karena melakukan bisnis melalui cara-cara busuk berupa penyuapan. Dari dokumen pengadilan terungkap bahwa dalam operasi penyuapan, Total menyalurkan pembayaran illegal kepada suatu rekening bank di Swiss yang ditunjuk oleh dua perantara yang tak disebutkan namanya, yang bertindak atas perintah oknum pejabat Iran. Satu perantara bekerja di bank swasta Swiss, sedang yang lain adalah sebuah perusahaan di British Virgin Islands.
Total telah mengakui adanya penyogokan massif tersebut dan CEO Total, Christophe Margerie, akan menghadapi tuntutan pengadilan pula di Prancis. Terbuktinya penyuapan oleh Total guna mendapatkan konsesi migas di Iran jelas telah merusak citranya sebagai salah satu perusahaan terbesar global (peringkat ke-10 versi Fortune 2013). Ternyata Total bukanlah perusahaan yang bebas dari tindakan kriminal, KKN dan suap menyuap, jika sudah menyangkut kepentingan menguasai sumber-sumer keuntungan bisnisnya.
Apa yang terjadi di Iran bisa pula terjadi di Indonesia, terutama terkait dengan kisruh perpanjangan kontrak Blok Mahakam. Dalam hal ini IRESS tidak bermaksud menuduh siapapun. IRESS hanya ingin mengingatkan semua pihak, termasuk Total, agar perbuatan busuk dan merugikan orang banyak tersebut tidak pernah terjadi dalam proses menuju ditetapkannya status kontrak Mahakam setelah 2017. Kita meminta semua pihak, kontraktor dan pejabat negara mematuhi dan menjalankan bisnis sesuai dengan etika moral dan hukum yang berlaku, baik di Indonesia maupun secara global. Khusus bagi pejabat negara, satu-satunya pilihan yang harus diambil adalah menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam kepada BUMN/Pertamina 1 April sejak 2017.
Namun sangat disayangkan, meskipun faham atas pentingnya kecepatan mengambil keputusan, pemerintah tak kunjung melakukannya. Entah karena alasan atau terpengaruh apa, belakangan pemerintah "cenderung" memihak asing (Total dan Inpex) untuk tetap mengelola Blok Mahakam setelah 2017. Dalam hal ini, IRESS tidak menuduh telah terjadi suap-menyuap antara oknum Total dengan oknum pemerintah. Namun IRESS ingin mengajak semua pejuang demokrasi dan kebenaran untuk berfikir dan waspada, terutama setelah memperhatikan fenomena perubahan sikap pejabat-pejabat pemerintah seperti diuraikan berikut. Mengapa sikap mereka berubah?
Semula, Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh disela-sela rapat kerja dengan Komisi VII DPR menyatakan pada 7 Juli 2011. Kita dukung dominasi Pertamina di (Blok) Mahakam". Hingga smester pertama 2012, sikap pemerintah masih konsisten. Hal in terlihat dari pernyataan Wamen ESDM Prof Widjajono yang mengatakan bahwa kontrak Mahakam tidak akan diperpanjang, dan pengelolaannya akan diserahkan kepada Pertamina (13/2/2012).
Namun setelah Menteri ESDM berganti dari Darwin Zahedy Saleh ke Jero Wacik pada 18 Oktober 2011, sikap pemerintah mulai berubah. Dukungan terhadap Pertamina tidak lagi terungkap dengan jelas sejak PM Prancis Francois Fillon meminta perpanjangan kontrak Mahakam pada kesempatan kunjungan ke Jakarta Juli 2011. Menteri Perdagangan Luar Negeri Prancis Nicole Bricq pernah meminta perpanjangan kontrak Mahakam saat Jero Wacik berkunjung ke Paris 23-24 Juli 2012. Saat kunjungan tersebut Jero Wacik pun sempat bertemu dengan Presiden Total Upstream Yves Loius Darricarrere (24/7/2012) guna membahas investasi Total di Indonesia.
Beberapa bulan setelah pertemuan di Paris, sikap Jero tentang Mahakam ternyata menjadi lebih jelas. Sambil mengancam Pertamina, Jero mengatakan (12/10/2012) Pertamina tidak mau dan tidak mampu mengelola Blok Mahakam. Jero pun mengatakan, jika mengelola Mahakam, sementara kemampuan keuangannya terbatas, maka Pertamina akan bangkrut! Jero memastikan pemerintah telah berhitung secara rasional untuk kembali menyerahkan Blok Mahakam kepada Total, Perancis dan Inpex, Jepang.
Wamen Profesor Rudi Rubiandini mengatakan (11/2012) untuk mengelola Mahakam diperlukan kemampuan teknologi tinggi dan dana yang besar, dan Pertamina tidak akan sanggup. Rudi mengatakan Pertamina telah menguasai sekitar 40% wilayah kerja migas nasional, dan meminta fokus mengurus wilayah tersebut. Rudi pun menyatakan cadangan Mahakam pada 2017 akan tersisa kurang dari 2 tcf, untuk mengesankan kepada rakyat cadangan blok ini kecil, sehingga Pertamina tidak perlu ngotot mengelolanya. Rudi malah menyatakan, "Dulu waktu cadangan masih besar (1997) kenapa diberi perpanjangan ke asing. Sekarang cadangan tinggal sedikit kok jadi ngotot?". Padahal keputusan tersebut diambil oleh Pemerintah/Presiden, bukan oleh Pertamina....
Perubahan sikap pun terjadi di Kaltim. "Pemerintah harus berani mengambil alih penguasaan Blok Mahakam karena sesungguhnya kita punya kemampuan untuk itu. Lebih penting dari itu adalah bagaimana penguasaan blok migas ini nantinya bisa memberikan kontribusi yang lebih besar bagi daerah dan rakyat Indonesia," kata Awang Faroek pada Sarasehan Migas Nasional di Ruang GBHN MPR (25/3/2013). Namun akhir-akhir ini sikap Awang berubah, tidak mempermasalahkan siapa pengelola Mahakam asal daerah dapat 10%.
Kadi Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kutai Kartanegara pun ikut bicara. Dia berharap perusahaan minyak Prancis tersebut diperpanjang kontraknya di Mahakam 2017."Mudah-mudahan Total tetap ada ditempat itu, membaca berita di media masyarakat resah, semoga ini berlangsung dengan baik," kata Suriansyah, di kantor Total, Jakarta (18/7/2013).
Bahkan rakyat di lingkungan kegiatan Total pun sudah "ikut bicara". Namun, khusus untuk ini kita sangat yakin jika mereka telah "digarap" terlebih dahulu oleh Total. VP Total Arividya Noviyanto, mengatakan masyarakat meminta Total bertahan karena sudah 40 tahun menggantungkan hidup pada Total. "Jadi memang seperti ibu Erlisabeth bilang, kami berada di lingkungan itu 40 tahun lebih, kami beroperasi baik disana sehingga mempunyai hubungan harmonis, sehingga timbul kekhawatiran jika ada perubahan," kata Noviyanto (18/7/2013).
Fenomena "perubahan sikap pejabat negara" di atas patut menjadi catatan penting bagi kita. Mengapa sikap mereka gampang berubah? Mengapa pula mereka begitu "ngotot" memihak asing dibanding BUMN bangsa sendiri? Apakah mereka "terpengaruh" setelah "bertemu" pihak asing seperti Menlu Prancis dan Presiden Upstream Total? Apakah telah terjadi kesepakatan saat pertemuan di Paris Juli 2012? Begitu pula dengan sikap rakyat yang tidak faham masalah: Mengapa mereka "ikut bicara membela Total meskipun tak faham masalah?"
IRESS tidak punya jawaban atas semua pertanyaan di atas, karena memang tidak tahu. Hanya Allah dan mereka lah yang tahu. Namun, melihat fenomena di atas, IRESS berfikir: "Jangan-jangan praktek busuk yang dilakukan Total di Iran terjadi pula pada kisruh Mahakam. Jangan-jangan telah terjadi suap-menyuap antara Todal dengan oknum pembela Total". IRESS tidak menuduh siapapun. Tapi kita mengingatkan jangan sampai mereka mengkhianati negara dan rakyat hanya untuk memperoleh rente dari suap-menyuap! Kita sangat berharap KPK bisa proaktif mengusut prilaku oknum pejabat tsb. Khusus untuk rakyat di lapangan, IRESS yakin ketidaktahuan mereka telah dimanfaatkan Total untuk pencitraan
Baca Juga :
Siaran Pers IRESS, Blok Mahakam: Lawan Rekayasa dan Tekanan Asing! ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2013/07/medianusantara-siaran-pers-iress-blok.html
Bergemingnya SBY Atas Permintaan Pertamina Mengelola Blok Mahakam ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2013/07/medianusantara-bergemingnya-sby-atas.html
Blok Mahakam untuk Pertamina: Hentikan Rekayasa Pengambilan Keputusan! ==> http://satunegeri.com/blok-mahakam-untuk-pertamina-hentikan-rekayasa-pengambilan-keputusan.html
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment