Wednesday, May 9, 2012

Teori Manajemen Pelayanan

Momen Kritis Pelayanan / Moment of Truth  (Albrecht & Bradford ,1990)
Ia mendefinisikannya sebagai kontak yang terjadi antara konsumen dengan setiap aspek organisasi yang akan membentuk opini konsumen tentang kualitas pelayanan yang diberikan oleh organisasi tersebut. Untuk menciptakan pelayanan yang berkualitas, setiap organisasi harus mengidentifikasikan dan mengelola momen kritis pelayanan tersebut secara baik. Dengan kata lain, harus ada kesesuaian/kompatibilitas antara 3 faktor dalam pengelolaan momen kritis pelayanan; yaitu:
  • Konteks pelayanan (service context)
  • Referensi yang dimiliki konsumen (customer’s frame of reference)
  • Referensi yang dimiliki anggota organisasi penyelenggara pelayanan (employee’s frame of reference)
Bagan Teori Momen Kritis Pelayanan

Lingkaran Pelayanan / The Cycles of Service  (Albrecht & Bradford ,1990)
Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima, pandangan produsen dan konsumen harus sama. Hal ini sulit diwujudkan karena biasanya organisasi penyelenggara sudah merumuskan sistem dan prosedur pelayanan. Untuk mengatasi hal tersebut, Albrecht & Bradford, merumuskan konsep lingkaran pelayanan yang berarti serangkaian momen kritis pelayanan yang dialami oleh konsumen ketika ia memanfaatkan jasa layanan tersebut.
Dari model tersebut terlihat bahwa, bagi konsumen hampir setiap detik adalah momen kritis pelayanan yang mungkin tidak disadari oleh penyelenggara pelayanan dan orang-orang yang ada di dalamnya. Konsep lingkaran pelayanan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi momen-momen kritis pelayanan yang harus dikelola secara profesional.
Contoh Lingkaran Pelayanan

Teori Exit & Voice (Albert Hirschman)
Menurut teori ini, kinerja pelayanan publik dapat ditingkatkan apabila ada mekanisme  exit dan voice. Mekanisme exit  mengandung arti bahwa jika  pelayanan publik tidak berkualitas, maka konsumen/klien harus memiliki kesempatan untuk memilih lembaga penyelenggara pelayanan publik lain yang disukainya. Mekanisme voiceberarti ada kesempatan untuk mengungkapkan ketidakpuasan kepada lembaga penyelenggara pelayanan publik.
Penghambat mekanisme exit:
  • Kekuatan pemaksa dari negara
  • Tidak tersedianya lembaga penyelenggara pelayanan publik alternatif
  • Tidak tersedianya biaya untuk menciptakan lembaga penyelenggara pelayanan publik alternatif
Penghambat mekanisme voice:
  • Pengetahuan dan kepercayaan terhadap mekanisme yang ada
  • Aksesbilitas dan biaya untuk mempergunakan mekanisme tersebut
Dengan demikian untuk meningkatkan pelayanan publik diperlukan adanya kesetaraan posisi tawar antara klien dengan lembaga penyelenggara layanan. Kesetaraan posisi tawar dapat dicapai dengan:
  • Memberdayakan klien
  • Mengontrol kewenangan/kekuasaan lembaga penyelenggara pelayanan
Keseimbangan posisi tawar antara klien dengan lembaga penyelenggara pelayanan dapat dicapai dengan menerapkan konsep-konsep (salah satu atau beberapa konsep yang sesuai dengan karakteristik pelayanan umum yang diselenggarakan) sebagai berikut:
  • Customer’s charter:
  • Customer service standard
  • Customer redress
  • Quality guarantees
  • Quality inspectors
  • Customer complaint systems
  • Ombudsmen
  • Competitive public choice systems
  • Vouchers and reimbursement programs
  • Customer information systems and brokers
  • Competitive bidding
  • Competitive benchmarking
  • Privatization
  • Sistem penggajian berdasarkan prestasi
  • Sistem kerja berdasarkan kontrak
  • Sistem Evaluasi kerja tiga ratus enam puluh derajat (3600) 

Model Segitiga Pelayanan (The Service Triangle)
Organisasi-organisasi yang bergerak di bidang pelayanan yang sangat berhasil memiliki tiga kesamaan, yaitu:
strategi pelayanan yang tersusun secara baik
orang di lini depan berorientasi pada pelanggan
sistem pelayanan yang ramah.
Setiap organiisasi penyelenggara pelayanan harus mengelola tiga faktor tersebut untuk mewujudkan kepuasan pelanggan. Interaksi ketiga faktor tersebut dengan pelanggan akan menentukan keberhasilan manajemen dan kinerja pelayanan organisasi.
Model Segitiga Pelayanan

Model Gap (Zeithaml, Parasuraman & Berry, 1990)
Ketiga pakar ini mengemukakan bahwa manajemen pelayanan yang baiktidak dapat terwujud karena adanya 5 (lima) gap, yaitu :
  1. Gap 1 (gap persepsi manajemen): terjadi apabila terdapat perbedaan antara  konsumen dengan persepsi manajemen mengenai harapan-harapan konsumen. Exp: harapan konsumen mendapatkan pelayanan prima (harga tidak mjd soal); sebaliknya manajemen mempunyai persepsi bahwa konsumen mengharapkan harga yang murah meskipun kualitasnya agak rendah.
  2. Gap 2 (persepsi kualitas) : terjadi apabila terdapat perbedaan antara persepsi manajemen tentang harapan-harapan konsumen dengan spesifikasi kualitas pelayanan yang dirumuskan.
  3. Gap 3 (penyelenggaraan pelayanan) : terjadi jika pelayanan yang diberikan berbeda dengan spesifikasi yang telah dirumuskan.
  4. Gap 4 (komunikasi pasar) : terjadi akibat adanya perbedaan antara pelayanan yang diberikan dengan komunikasi eksternal terhadap konsumen.
  5. Gap 5 (kualitas pelayanan) : terjadi karena pelayanan yang diharapkan konsumen tidak sama dengan pelayanan yang senyatanya diterima/dirasakan oleh konsumen.
Model GAP
Penyebab terjadinya GAP.
  • Gap 1: Kurang/tidak dimanfaatkannya riset pemasaran. Top down komunikasi yang kurang efektif. Terlalu banyak tingkatan manajemen.
  • Gap 2: Komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan yang lemah. Persepsi tentang fasibilitas yang tidak tepat. Standarisasi tugas yang tidak tepat. Perumusan tujuan yang kurang tepat.
  • Gap 3: Ketidak jelasan peran. Ada konflik peran. Karakteristik pekerja dengan pekerjaan yang tidak cocok. Karakteristik pekerjaan dengan teknologi yang tidak cocok. Sistem pengawasan yang tidak tepat; kontrol yang lemah. Tim yang tidak kompak.
  • Gap 4: Kurangnya komunikasi horizontal. Cenderung mengobral janji.
  • Gap 5: Akumulasi dari  empat  macam GAP tersebut.


Sumber Ratminto & Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

No comments:

Post a Comment