Setelah SIMULATOR, KPK Diminta Usut Proyek "Police Back Bone" senilai 208 Juta USD
"IPW berharap, Kapolri segera menurunkan Tipikor Mabes Polri atau mengundang KPK untuk mengusut proyek penuh masalah ini. Kami meyakini sejumlah jenderal dan tiga pengusaha, yakni R, TS, dan MA harus diminta pertanggung jawabannya," ujar Ketua Presidium IPW.
Jakarta, Aktual.co — Kapolri Jendral Timur Pradopo didesak segera mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek Police Back Bone di Polri senilai USD 208 juta.
Indonesia Police Watch (IPW), meyakini dalam proyek ini, sejumlah Jenderal polisi ikut terlibat.
"IPW berharap, Kapolri segera menurunkan Tipikor Mabes Polri atau mengundang KPK untuk mengusut proyek penuh masalah ini. Kami meyakini sejumlah jenderal dan tiga pengusaha, yakni R, TS, dan MA harus diminta pertanggung jawabannya," ujar Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, melalui siaran persnya kepada Aktual.co, Senin (8/4).
Neta mengatakan, Komisi III pun juga harus turun tangan menangani proyek kredit ekspor (KE) terbesar yg pernah ada di Polri ini. "KPK, BPK, dan Komisi III DPR harus mempermasalahkannya," kata Neta.
Ia mengatakan, dari penelusuran IPW, Proyek Police Back Bone disetujui pada 10 Desember 2008 oleh Direktur Samapta Brigjen Sudibyo dan Deputi Logistik Irjen Yudi Susharyanto. Lantas proyek ini dibagi dua tahap. Tahap pertama, USD 100 juta dan kedua USD 108 juta.
Ia menuturkan, tahap pertama dikerjakan tahun 2010. Polri mendapat 1.500 unit mobil double cabin dan 830 sedan dengan nilai USD 63.356.750 (Rp 630 miliar). Radio komunikasi Rp 147 miliar, IT untuk Polda Metro Jaya dan 5 polda lainnya Rp 70 miliar, IT untuk 115 polres Rp 28 miliar.
Namun, setelah 2 tahun berjalan, Proyek Police Back Bone banyak masalah, dimana polda-polda komplain karena jaringan komunikasi untuk Jawa-Bali yang dibangun proyek ini, tidak bisa terkoneksi.
Selain itu, sambung dia, Keberadaan call center pun bermasalah, hingga akhirnya Polri membuat call center baru dengan Telkom.
Padahal menurut Neta, tujuan utama proyek ini untuk melengkapi program quick quint dan quick response.
"IPW menilai, proyek ini tidak direncanakan secara matang, sehingga sia-sia dan tidak bisa terintegrasi. Kemampuan teknologinya terbatas dan sangat buruk," pungkasnya.
"IPW berharap, Kapolri segera menurunkan Tipikor Mabes Polri atau mengundang KPK untuk mengusut proyek penuh masalah ini. Kami meyakini sejumlah jenderal dan tiga pengusaha, yakni R, TS, dan MA harus diminta pertanggung jawabannya," ujar Ketua Presidium IPW.
Jakarta, Aktual.co — Kapolri Jendral Timur Pradopo didesak segera mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek Police Back Bone di Polri senilai USD 208 juta.
Indonesia Police Watch (IPW), meyakini dalam proyek ini, sejumlah Jenderal polisi ikut terlibat.
"IPW berharap, Kapolri segera menurunkan Tipikor Mabes Polri atau mengundang KPK untuk mengusut proyek penuh masalah ini. Kami meyakini sejumlah jenderal dan tiga pengusaha, yakni R, TS, dan MA harus diminta pertanggung jawabannya," ujar Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, melalui siaran persnya kepada Aktual.co, Senin (8/4).
Neta mengatakan, Komisi III pun juga harus turun tangan menangani proyek kredit ekspor (KE) terbesar yg pernah ada di Polri ini. "KPK, BPK, dan Komisi III DPR harus mempermasalahkannya," kata Neta.
Ia mengatakan, dari penelusuran IPW, Proyek Police Back Bone disetujui pada 10 Desember 2008 oleh Direktur Samapta Brigjen Sudibyo dan Deputi Logistik Irjen Yudi Susharyanto. Lantas proyek ini dibagi dua tahap. Tahap pertama, USD 100 juta dan kedua USD 108 juta.
Ia menuturkan, tahap pertama dikerjakan tahun 2010. Polri mendapat 1.500 unit mobil double cabin dan 830 sedan dengan nilai USD 63.356.750 (Rp 630 miliar). Radio komunikasi Rp 147 miliar, IT untuk Polda Metro Jaya dan 5 polda lainnya Rp 70 miliar, IT untuk 115 polres Rp 28 miliar.
Namun, setelah 2 tahun berjalan, Proyek Police Back Bone banyak masalah, dimana polda-polda komplain karena jaringan komunikasi untuk Jawa-Bali yang dibangun proyek ini, tidak bisa terkoneksi.
Selain itu, sambung dia, Keberadaan call center pun bermasalah, hingga akhirnya Polri membuat call center baru dengan Telkom.
Padahal menurut Neta, tujuan utama proyek ini untuk melengkapi program quick quint dan quick response.
"IPW menilai, proyek ini tidak direncanakan secara matang, sehingga sia-sia dan tidak bisa terintegrasi. Kemampuan teknologinya terbatas dan sangat buruk," pungkasnya.
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment