Monday, April 1, 2013

[Media_Nusantara] Kontra & Pro Kurikulum 2013

 

Kontra & Pro Kurikulum 2013

Kali ini masih tentang polemik kurikulum 2013. Kurikulum yang prosesnya menghadapi tentangan banyak pihak. Kurikulum yang membuat sebagian besar yang peduli dengan pendidikan nasional gerah. Gerah akan tujuan perubahan kurikulum yang setelah ditelaah dokumennya justru memperlihatkan tanda-tanda kita akan memasuki zaman abad kegelapan. Apa pasal? Berikut poin-poin yang sempat saya catat selama acara Seminar Pro-Kontra Kurikulum 2013 yang diselenggarakan oleh Komunitas Filsafat Universitas Indonesia.

Semestinya perwakilan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional adalah Dr. Ramon Mohandas, Ph.D, Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud. Namun, karena berhalangan hadir, yang akhirnya angkat bicara soal kurikulum 2013 adalah Herry Widiastono. Landasan hukum perubahan kurikulum ini adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014 di bidang pendidikan dan Peraturan Presiden nomor 5 tahun 2010. Kurikulum-kurikulum sebelumnya dianggap tidak lagi relevan dengan arah perkembangan zaman, ujarnya. Ibarat pakaian, kurikulum perlu diganti untuk menyesuaikan kebutuhan dan mempersiapkan masa depan.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memberikan keleluasaan guru-guru di lapangan untuk mendesain silabusnya di tingkat sekolah rupanya gagal dilaksanakan. Indikator kegagalannya adalah ditemukannya praktik salin-tempel (copy-paste) antarguru di berbagai sekolah. Herry Widiastono memaparkan, terdapat guru – guru di sekolah islam yang meng-copy Rencana Pembelajaran Pelajaran (RPP) sekolah lain yang berbeda agama. Selain itu, cd-cd berisi RPP juga beredar luas sehingga mudah ditiru. Hal ini tidak lagi sesuai dengan tujuan awal Kemendikbud yang ingin memberi kewenangan pada para pengajar karena justru berujung pada penyalahgunaan.

Begitu juga dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang dirancang untuk menjadikan peserta didik memiliki kompetensi untuk mengkonversi materi di sekolah ke kehidupan sehari-sehari yang tidak tercapai. Herry Widiastono menjelaskan lebih lanjut, kompetensi yang dimaksud di sini adalah; kita tahu bahwa lampu lalu lintas kuning artinya hati-hati. Akan tetapi, pada praktiknya sering kali kita malah tancap gas. Kita memiliki pengetahuan tentang disiplin berlalu lintas, tetapi kita tidak kompeten ketika berhadapan dengan situasi yang sebenarnya.

Merespon kejadian yang terjadi di luar perkiraan, Kemendikbud akhirnya melakukan penataan ulang. Kewenangan pembuatan silabus di Kurikulum 2013 kini berjenjang. Pemerintah pusat menyediakaan buku panduan bagi guru hingga buku paket untuk siswa. Panduan dari pemerintah tersebut kelak boleh diimprovisasi oleh para pengajar. Syaratnya, (poinnya) boleh ditambah, tetapi jangan dikurangi.
Herry Widiastono juga menjelaskan bahwa selama ini kurikulum kita memuat terlalu banyak aspek kognitif dan kurang menekankan pentingnya domain afektif serta psikomotorik. Akibatnya, tawuran kerap terjadi. Kekerasan merebak. Korupsi marak. Masyarakat mengidap beraneka penyakit sosial menjadi konklusi dari kurikulum nasional yang tidak bekerja. Jalan keluarnya adalah pendidikan berkarakter dengan tiga fokus; Mengurangi jumlah pelajaran, Mengurangi materi, Menambah jam pelajaran. Salah satu materi pelajaran yang dihilangkan adalah Teknologi Informasi dan Komputer (TIK). Alasannya adalah banyak daerah di Indonesia yang belum terjamah listrik. Pemerintah tidak ingin membebani sekolah-sekolah yang belum bisa menyediakan sarana dan prasarana pelajaran TIK. Alhasil, sekolah – sekolah yang mampu memfasilitasi peserta didiknya dengan komputer, LCD, proyektor harap mengintegrasikan mata pelajaryang ada dengan konten teknologi dan yang tidak bisa, ya sudah tidak apa-apa.

Alasan pengurangan materi adalah ketidaksesuaian usia perkembangan anak dengan beban materi ajar. Materi siswa SD berkurang hingga 40% sedangkan SMP-SMA sekitar 20%. Ajaibnya, dua pengurangan sebelumnya bersanding dengan penambahan: penambahan jam pelajaran. Contohnya, pelajaran bahasa Inggris yang semula dialokasikan empat jam kini menjadi dua jam dan pelajaran agama kini menjadi empat jam.

Aneh? Menurut saya, iya.

Mari kita lihat alur berpikir Rocky Gerung, pengajar mata kuliah Metodologi Penelitian di program studi Ilmu Filsafat. Rocky mengawali pemaparannya dengan kejeliannya menangkap penjelasan Herry Widiastono yang berkali-kali menekankan "Kurikulum 2013 tidak saja mengenai domain kognitif tetapi juga psikomotorik dan afektif". Menurut Rocky, seperti ada beban ideologis di penekanan aspek afektif dan psikomotorik. Seolah ada kejengkelan terhadap aspek kognitif, "Ah kebanyakan kognisi, afeksi dan kemampuan psikomotorik tidak tumbuh". Artinya, berangkat dari pernyataan yang disampaikan Herry Widiastono bahwa aspek kognitif yang mendominasi kurikulum, kita tiba di proposisi logis; Semakin tinggi kurikulum yang menghasilan kemampuan kognitif, semakin tinggi derajat konflik tawuran. Tawuran dan kekerasan di masyarakat dijadikan keterangan empirik bahwa selama ini kita lebih banyak belajar berkelahi daripada belajar berpikir.

Pengendalian kebrutalan dianggap hanya dapat dilakukan dengan mengurangi aspek kognitif. Apabila diuji secara logis dan empiris, tidak ada hubungan kausal antara otak yang tumbuh dan otot yang berkembang. Kalau hal ini benar, seluruh negara yang beradab, kemampuan kognisinya rendah. Negara yang gagal di domain afeksi dan psikomotorik kemudian membutuhkan booster kognisi dengan belanja mata kuliah, misalnya. Kenyataannya tidak demikian. Peradaban yang tidak lekat dengan kekerasan adalah negara yang mampu menggunakan kognisinya untuk mengelola fenomena konflik. Yang perlu digaris bawahi, jalan keluar dari lingkaran setan kekerasan bukan tutorisasi moral (via jam pelajaran agama yang ditambah), namun kecakapan kalkulasi kognisi.

Foto di atas adalah kurikulum versi Rocky Gerung. Kertas itu dibagikan kepada peserta seminar sebelum acara mulai. Kata Rocky, kurikulum tersebut ia buat dengan tulisan tangan karena sudah ada sejak 30 tahun lalu. Kalau ia buat 3 jam lalu, tentu hasilnya adalah presentasi yang dibuat dengan komputer (Herry Widiastono memaparkan kurikulum 2013 pakai slide power point, fyi). Semua peserta di ruangan cekikikan menanggapi candaan Rocky Gerung.

Bagi Rocky Gerung, kurikulum adalah DNA kebudayaan. DNA kebudayaan yang fungsinya untuk direplikasikan dan untuk memahami masa depan. Apakah di masa mendatang akan terjadi defisit moral? Perang antaragama? Problem filosofisnya adalah jika kita tidak bisa merumuskan masa depan, kita tidak berhak merumuskan kurikulum.

Masa depan menurut Rocky akan mengacu pada empat indikator. 1)  Speed-ism; segala sesuatunya menuntut kecepatan, 2) High finance capitalism; transaksi ekonomi yang foot-loose, 3) Bioethics; konflik moral, 4) Space technology.

Pertanyaannya, apakah tim 9 yang dibentuk (Anies Baswedan termasuk salah satu anggotanya) untuk merumuskan konten kurikulum memiliki rumusan masa depan yang paling tidak serupa dengan empat indikator di atas? Apakah para profesor yang menolak rancangan kurikulum 2013 memahami masa depan sebagaimana prediksi Rocky? Apakah kurikulum 2013 ini dapat menjadi lahan berkembangnya kapasitas peserta didik untuk menjawab tantangan abad 21 atau justru melumpuhkan? Masa depan kita tidak lagi berada 3000 tahun cahaya dari ilmu pengetahuan, kata Rocky. Masa depan berada 3 cm di depan metodologi.

Sayangnya, masa depan sedang berada di ujung tanduk. Salah satu kompetensi inti pelajaran Kimia yang tercantum di Kurikulum 2013 berbunyi seperti ini;Menciptakan perilaku disiplin seperti atom yang berputar pada model Rutherford. Di pelajaran bahasa, Mensyukuri bahasa Indonesia sebagai anugerah dari Tuhan.Dalil implisit dari kompetensi inti ini adalah membentuk karakter. Sialnya, karakter ini tidak bisa serta merta beradaptasi dengan masa depan. Masa depan kita dilempar ke belakang. Kita dikembalikan ke kejayaan-kejayaan primordial dimana nosi 'berakhlak mulia' mendahului 'akal kritis'.
Coba kita telisik lebih lanjut contoh kompetensi inti kimia atom Rutherford. Model atom Rutherford mengacu pada hukum kesetimbangan, kekekalan energi. Sedangkan berperilaku disiplin adalah social orderSocial order adalah transaski rasional antar dua orang yang cemas akan kematian, kata Thomes Hobbes. Oleh karena itu, kita bikin social contract. Karakter memang penting, tetapi karakterdibangun oleh lingkungan sekitar individu, ia tidak diinstruksikan melalui kerangka kurikulum.

Kejelian Rocky muncul lagi. Dia menghitung berapa kali Herry Widiastono mengucap "Kalau tidak puas dengan panduan dari pemerintah, (poinnya) boleh ditambah, tapi jangan dikurangi". 12 kali, Saudara-saudara. Kalau boleh berasumsi, ini bukti kecemasan Kemendikbud. Acta exteriora indicant interiora secreta, kata Thomas Hobbes. Artinya, yang diperlihatkan dimaksudkan untuk menyembunyikan yang berada di dalam. Ibarat mengupas bawang, sosialisasi kurikulum 2013 ini tidak akan memperlihatkan intinya. Ia akan habis dikupas tanpa kita dapat bijinya. Interior secreta-nya mungkin hanya ada di 2-3 kepala pejabat Kemendikbud. Atau bahkan hanya satu kepala. Semoga saja tidak kosong melompong.

Kurikulum 2013 adalah domain negara yang bertumpu pada teknikalitas (keterbatasan sekolah, ketiadaan akses listrik) dan perintah undang-undang pendidikan. Undang-undang adalah basisnya. 'Upaya untuk membentuk akhlak mulia' adalah bentuk copy-paste dari rencana perombakan undang-undang era 90an. Ditinjau dari political origin-nya, ada ketegangan untuk memasukkan norma politik islam ke dalam undang-undang. Karena tidak tembus, komprominya adalah hidden curriculum. Kepentingan ini alhasil menyabotase kurikulum.

Wilayah kepentingan privat (baca: agama) yang diselipkan di perangkat kenegaraan adalah masalah mendasar. 'Akhlak mulia' yang bernada religius ini menimbulkan sensasi kultural tertentu. Tidak ada salahnya berakhlak mulia, tetapi bukan ini yang seharusnya menjadi landasan. Kita semua tahu jika idealnya suatu sistem dapat membentuk akal kritis yang    berjalan beriringan dengan karakter mumpuni. Bukan mengutamakan yang satu, mematikan yang lain. Rocky menceritakan pengalamannya ketika naik taksi dan si supir tidak tahu destinasi yang dituju Rocky. Pak supir kemudian bertanya kepada seorang anak sekitar kelas 1 SD dan si anak menjawab, "Lurus, belok kanan, Pak. Tapi itu rumah orang kafir". Rocky menepuk dahinya. Saya sendiri pernah mengalaminya. Saat itu saya sedang berjalan di komplek perumahan dan saya mendengar ucapan seorang anak laki-laki 7 tahunan kepada saudaranya menunjuk anak lainnya yang sedang bermain, "ih parah banget itu pakai kalung salib'. Ada lagi cerita dari Bandung. Seorang mahasisiwi ilmu politik bercerita ketika dosennya masuk kelas pertanyaan yang diajukan adalah siapa yang pro syariah islam ke sebela kanan dan yang kontra ke sebelah kiri. Yang kontra, kalian ikut ujian! Yang pro, lulus!  Miris? Saya iya. Tiga cerita di atas adalah interiora secreta yang muncul perlahan. Yang terjadi di sini adalah birokratisasi pikiran melalui doktrin-doktrin primordial yang konservatif. Rocky sendiri mengakhiri pemaparannya dengan mengisahkan cerita Procrustex dari Yunani sebagai padanan pedoman pemerintah, yaitu, boleh ditambah, tapi jangan dikurangi . Procrustex adalah seorang raja kaya raya. Procrustex ini menciptakan kurikulum sosial di negaranya. Ia mengundang rakyatnya untuk tidur di ranjang emas. Setelah diberi makan hingga kenyang, rakyatnya akan tidur di ranjang tersebut. Jika kaki si rakyat terlalu pendek, otot kakinya akan ditarik, namun jika terlalu panjang, kakinya akan dipotong, yang penting ukuran panjang ranjang raja tidak berubah. (oleh: Gigay Citta Acikgenc)

http://philosophy.ui.ac.id/?p=851#!prettyPhoto



__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment