RUU Perdagangan Perparah Liberalisasi
Jakarta, 7 Juni 2013. Indonesia for Global Justice (IGJ) menilai Rancangan Undang-undang (RUU) Perdagangan yang saat ini sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semakin menegaskan praktek liberalisasi perdagangan di Indonesia dan bukan dalam rangka melindungi kepentingan nasional. Hal ini terlihat dari beberapa pasal yang diadopsi langsung dari ketentuan World Trade Organization (WTO).
Direktur Eksekutif IGJ, Riza Damanik, menyatakan, "pengalaman Indonesia dalam ASEAN-China FTA (ACFTA) yang membuka pintu impor, seharusnya dijadikan bahan pelajaran penting dalam penyusunan RUU Perdagangan ini. Di sektor pangan, serangan impor pangan kita sejak tahun 2010 hingga 2012 menunjukkan peningkatan drastis, yaitu dari US$ 11,7 Miliar hingga US$ 17,2 Miliar. Ini berdampak buruk bagi petani dan nelayan kecil". Pandangan ini disampaikan pada saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada hari Rabu, 6 Juni 2013, di Komisi VI DPR RI.
Untuk itu, IGJ mendesak DPR RI untuk tidak terburu-buru mensahkan RUU Perdagangan. Hal ini karena masih banyak pasal-pasal di dalam RUU tersebut yang belum mengatur tentang peran Negara untuk melindungi kepentingan nasional dari praktek perdagangan bebas baik bilateral maupun multilateral, khususnya bagi pelaku ekonomi kecil seperti petani, nelayan, dan UMKM.
"Draf RUU Perdagangan yang ada saat ini jelas bertabrakan dengan pemenuhan hak-hak konstitusional warga Negara, khususnya hak ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan mengadopsi langsung prinsip-prinsip liberalisasi ekonomi maka RUU Perdagangan telah bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi di dalam Konstitusi dan menghilangkan kedaulatan ekonomi Negara", tutup Riza.
Informasi lebih lanjut:
M.Riza Damanik, Direktur Eksekutif IGJ
Di 0818-773515 / riza.damanik@igj.or.id
Sekretariat Indonesia for Global Justice (IGJ)
Jln.Tebet Barat XIII No.17 Jakarta 12810
Telp & Fax: 021-8297340 Email: igj@igj.or.id
Jakarta, 7 Juni 2013. Indonesia for Global Justice (IGJ) menilai Rancangan Undang-undang (RUU) Perdagangan yang saat ini sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semakin menegaskan praktek liberalisasi perdagangan di Indonesia dan bukan dalam rangka melindungi kepentingan nasional. Hal ini terlihat dari beberapa pasal yang diadopsi langsung dari ketentuan World Trade Organization (WTO).
Direktur Eksekutif IGJ, Riza Damanik, menyatakan, "pengalaman Indonesia dalam ASEAN-China FTA (ACFTA) yang membuka pintu impor, seharusnya dijadikan bahan pelajaran penting dalam penyusunan RUU Perdagangan ini. Di sektor pangan, serangan impor pangan kita sejak tahun 2010 hingga 2012 menunjukkan peningkatan drastis, yaitu dari US$ 11,7 Miliar hingga US$ 17,2 Miliar. Ini berdampak buruk bagi petani dan nelayan kecil". Pandangan ini disampaikan pada saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada hari Rabu, 6 Juni 2013, di Komisi VI DPR RI.
Untuk itu, IGJ mendesak DPR RI untuk tidak terburu-buru mensahkan RUU Perdagangan. Hal ini karena masih banyak pasal-pasal di dalam RUU tersebut yang belum mengatur tentang peran Negara untuk melindungi kepentingan nasional dari praktek perdagangan bebas baik bilateral maupun multilateral, khususnya bagi pelaku ekonomi kecil seperti petani, nelayan, dan UMKM.
"Draf RUU Perdagangan yang ada saat ini jelas bertabrakan dengan pemenuhan hak-hak konstitusional warga Negara, khususnya hak ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan mengadopsi langsung prinsip-prinsip liberalisasi ekonomi maka RUU Perdagangan telah bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi di dalam Konstitusi dan menghilangkan kedaulatan ekonomi Negara", tutup Riza.
Informasi lebih lanjut:
M.Riza Damanik, Direktur Eksekutif IGJ
Di 0818-773515 / riza.damanik@igj.or.id
Sekretariat Indonesia for Global Justice (IGJ)
Jln.Tebet Barat XIII No.17 Jakarta 12810
Telp & Fax: 021-8297340 Email: igj@igj.or.id
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic () |
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment