Saatnya Menentukan Pilihan Sendiri
Pada tanggal 27 – 28 Maret 2013, sekitar 18 Kasepuhan dari Kabupaten Lebak, Sukabumi dan Bogor yang tergabung dalam SABAKI (Satuan Adat Banten Kidul) hadir di Gedung Aula DPRD Kabupaten Lebak dalam kegiatan Semiloka “Membaca Bentuk-Bentuk Pilihan Hukum Upaya Penyelesaian Konflik Tenurial di Kawasan Halimun-Salak : Saatnya Tentukan Pilihan Sendiri”. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Ketua DPRD Lebak, Kepala Balai TNGHS dan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat, seperti HuMa, Epistema Institute, AMAN dan FKKM.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh RMI ini diadakan untuk menjawab keresahan masyarakat adat terhadap Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/2003 tentang perluasan kawasan hutan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS).
SK ini mengharuskan Pemerintah Kabupaten Lebah memberikan wilayahnya seluas 42.925,15 Ha untuk dikelola oleh TNGHS. Akibatnya, 44 desa yang berada di 10 kecamatan yang berada di kawasan tersebut dinyatakan masuk ke dalam perluasan TNGHS. Padahal, di dalam kawasan perluasan tersebut terdapat 11 ribu ha lahan garapan masyarakat, 1.118 ha pemukiman, 44 unit sarana pemerintahan, 21 unit sarana kesehatan, 176 unit sarana pendidikan dan 1,002 unit industri kecil dan 112,664 jiwa (25,629 KK) warga tinggal di dalamnya.
Pada kesempatan ini, SABAKI menolak SK tersebut, dan meminta agar pemerintah membatalkannya. Karena Kebijakan ini mengancam ribuan kepala keluarga yang tinggal di kawasan tersebut sejak 1821. Masyarakat akan kehilangan mata pencaharian, tempat tinggal, serta sarana dan prasarana social,ekonomi dan pendidikan yang telah ada.
Tak hanya itu, SK Menhut tersebut juga membuat tidak adanya kepastian hukum di sekitar TNGHS karena tata batas kawasan yang tidak jelas karena perluasan kawasan tersebut. Banyak hasil produksi pertanian warga, seperti kayu dan tanaman lain yang pada saat dipanen dirampas oleh aparat karena tak adanya kepastian hukum. Masyarakat juga dilarang memanfaatkan hasil hutan di sekitar TNGHS karena semua tanamannya dijadikan hutan lindung.
SABAKI juga mendesak Pemerintah Kabupaten Lebak untuk mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Lebak tentang pengakuan adat Sabaki, agar hak-hak masyarakat adat tidak diambil paksa oleh Kemenhut lewat program perluasan TNGHS tersebut.
Saat ini Pemerintah Kabupaten Lebak tengah mengajukan Revisi SK Menhut No.175/Kpts-II/2003 tersebut kepada Menteri Kehutanan. Dan direspon dengan membentuk tim Terpadu yang nantinya akan memberikan rekomendasi kepada Menteri Kehutanan.
Pada acara Semiloka ini, juga didiskusikan mengenai bentuk-bentuk alternative legalitas model pengelolaan hutan yang diisi oleh Huma, Epistema Institute dan FKKM.
Berikut materi yang disampaikan dalam Semiloka tersebut:
· Idham Arsyad, WG Tenure, “Mendorong Penyelesaian Konflik Tenurial Desa-Desa Dalam Kawasan Hutan”
· Andri Santosa, FKKM, “Kehutanan Masyarakat Dalam Diskursus Pengelolaan Sumberdaya Alam di Kawasan Halimun-Salak”
· Pemerintah Kab Lebak, “Dimana dan Bagaimana Posisi Kasepuhan Dalam Upaya Usulan Revisi SK Menteri Kehutanan”
· Mumu Muhajir, Epistema Institute, “Peluang Hukum Keberadaan dan Perlindungan/Pengakuan Masyarakat Adat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam“
Materi-materi yang disampaikan pada Semiloka ini dapat diunduh di http://epistema.or.id/tenurial_halimun-salak/
Luluk Uliyah
Knowledge and Media Manager
Epistema Institute
Jl. Jati Mulya IV No.23, Jakarta 12540
HP. 0815 9480246
www.epistema.or.id
fb: Epistema Inst | t: @yayasanepistema
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
No comments:
Post a Comment